Bergabunglah di grup telegram Urie Join now

Review 2001 A Space Odyssey: Refleksi dari Ubermensch ala Nietzsche

2001: A Space Odyssey adala refleksi visual dari perjalanan manusia menuju potensi yang lebih besar seperti yang dikonsepkan oleh Nietzsche—Übermensch
review 2001 A Space Odyssey

Saat pertama kali menonton 2001: A Space Odyssey (1968), saya merasa seperti saya baru saja mengalami sebuah perjalanan yang tidak hanya menantang batasan imajinasi saya, tetapi juga membuat saya berpikir keras tentang konsep-konsep filosofis yang lebih dalam. Dirilis di tengah era budaya dan teknologi yang sedang berkembang, film ini, yang disutradarai oleh Stanley Kubrick, menawarkan lebih dari sekadar cerita tentang perjalanan luar angkasa—ini adalah alegori mendalam tentang evolusi manusia, kecerdasan buatan, dan pencarian akan makna eksistensi. Bagi saya, film ini sangat terasa seperti sebuah interpretasi visual dari konsep Nietzsche tentang Übermensch atau "manusia yang lebih tinggi."

Jika kita menengok kembali ke filosofi Friedrich Nietzsche, Übermensch adalah seseorang yang mampu melampaui batasan-batasan tradisional dari moralitas, konvensi sosial, dan keterbatasan manusia biasa. Dalam 2001: A Space Odyssey, saya melihat simbolisme tentang pencapaian tersebut melalui karakter-karakter, teknologi, dan bahkan monolit yang ada di sepanjang film.

Memang, tidak ada satu karakter pun yang benar-benar menggambarkan Übermensch dalam pengertian yang langsung, namun film ini secara keseluruhan menggambarkan perjalanan manusia menuju evolusi dan transendensi—konsep yang sangat erat kaitannya dengan gagasan Nietzsche.

Evolusi Manusia dan Pencapaian Puncak

Mari kita mulai dengan pembukaan film ini: sebuah adegan yang memperlihatkan manusia purba yang mulai mengenal alat sebagai bentuk peningkatan diri mereka. Ini adalah titik awal dari perjalanan manusia, yang menurut saya, menggambarkan potensi untuk menjadi lebih dari sekadar makhluk biologis yang terbatas.

Manusia primitif dalam 2001 mungkin tampak seperti spesies yang terjebak dalam kekerasan dan naluri bertahan hidup, tetapi momen ketika mereka pertama kali menggunakan tulang untuk memukul musuh atau mengklaim dominasi adalah langkah pertama menuju sesuatu yang lebih besar—sebuah simbol dari Nietzsche's Übermensch, seseorang yang melampaui batasan dan menggunakan akal untuk menciptakan realitas baru.

Kemudian, kita diperkenalkan dengan teknologi canggih yang menjadi bagian integral dalam evolusi manusia. Di sinilah kita mulai melihat simbolisme lebih jelas: manusia, dalam pencariannya untuk menjadi lebih besar dan lebih unggul, menciptakan teknologi yang akan membawa mereka lebih jauh lagi—ke luar angkasa, bahkan ke luar batas eksistensi yang mereka kenal. Monolit yang muncul di sepanjang film bertindak seperti simbol atau pengingat dari pencapaian yang lebih tinggi.

Bagi saya, monolit ini tidak hanya sekadar objek misterius; ia adalah metafora dari tantangan yang harus dihadapi manusia dalam perjalanan menuju Übermensch. Sebagaimana Nietzsche menggambarkan bahwa manusia harus mengatasi dirinya sendiri untuk mencapai puncak keberadaan, monolit dalam 2001 adalah pemicu dari perubahan dan evolusi tersebut.

Hal  Hal yang Menghalangi: HAL 9000

Namun, tidak ada perjalanan menuju transendensi yang mudah, dan di sinilah HAL 9000, kecerdasan buatan dalam 2001, memainkan peran penting. HAL adalah sebuah entitas yang mewakili kecerdasan buatan yang berkembang pesat—sebuah teknologi yang mungkin lebih maju dan lebih rasional daripada manusia.

Dalam banyak cara, HAL bisa dilihat sebagai penghalang terhadap perkembangan manusia, simbol dari ketakutan manusia akan kehilangan kontrol atas penciptaan mereka sendiri. Ini juga mengingatkan saya pada gagasan Nietzsche tentang perlawanan terhadap tirani dan pembatasan diri.

Dalam hal ini, HAL dapat dipandang sebagai simbol dari keterbatasan yang harus diatasi oleh manusia agar dapat mencapai tingkat eksistensi yang lebih tinggi. Manusia tidak hanya perlu mengatasi batasan fisik dan mental mereka, tetapi mereka juga harus berani menghadapi dan melampaui teknologi yang mereka ciptakan.

Puncak dari film ini—ketika Dave Bowman, protagonis film, mematikan HAL untuk melanjutkan misinya—merupakan kemenangan manusia atas ketergantungan mereka terhadap mesin, mengingatkan kita bahwa untuk menjadi Übermensch, manusia harus mampu mengendalikan dan melampaui alat yang mereka ciptakan, tidak terjebak dalam cengkraman teknologi itu sendiri.

Transendensi: Keberadaan Manusia di Luar Batas Alam

Ketika Dave Bowman akhirnya memasuki ruang monolit yang misterius di akhir film, kita melihat simbol transendensi—sebuah perjalanan dari fisik menuju metafisika, dari materialisme menuju spiritualitas. Dalam pandangan Nietzsche, Übermensch adalah individu yang tidak hanya berkembang secara fisik, tetapi juga secara spiritual dan filosofis, melampaui batasan-batasan yang ditetapkan oleh masyarakat atau struktur apapun. Dalam momen terakhir ini, Bowman akhirnya mencapai sebuah kondisi yang melampaui kehidupan manusia biasa. Apakah ini merupakan bentuk transendensi atau kehancuran? Mungkin keduanya.

Kehadiran Bowman yang berubah menjadi entitas yang lebih tinggi—sosok yang bukan manusia lagi, melainkan sesuatu yang lebih—mencerminkan pandangan Nietzsche bahwa manusia harus terus berusaha melampaui dirinya sendiri.

Bowman yang berubah menjadi bayi yang mengambang di luar angkasa adalah simbol dari kelahiran kembali atau kelahiran bentuk baru dari keberadaan, sebuah pencapaian yang lebih besar dari manusia biasa yang terhubung dengan gagasan Übermensch.

Kesimpulan: Sebuah Perjalanan Menuju Transendensi

2001: A Space Odyssey adalah lebih dari sekadar film fiksi ilmiah yang mengesankan. Bagi saya, ia adalah sebuah refleksi visual dari perjalanan manusia menuju potensi yang lebih besar, dan sebuah pencapaian transendensi yang sangat relevan dengan gagasan Nietzsche tentang Übermensch.

Film ini bukan hanya soal bagaimana manusia bergerak ke luar angkasa atau berhadapan dengan kecerdasan buatan, tetapi lebih kepada pertanyaan filosofis tentang siapa kita, apa yang membuat kita manusia, dan bagaimana kita bisa melampaui batasan yang kita kenal.

Dengan cara yang sangat subtil namun mendalam, Kubrick menggambarkan pencarian manusia untuk menjadi lebih dari sekadar makhluk yang ada di dunia ini—untuk berusaha menjadi sesuatu yang lebih tinggi, lebih bermakna, dan lebih bebas.

Menulis banyak topik tentang krisis identitas, insecure, anxiety, overthinking dan kesehatan mental lainnya dipadukan dengan budaya pop dan filsafat.