Betty Friedan Feminis Amerika dan Bukunya The Feminine Mystique
Malam ini kita bertemu dengan tokoh terkenal dalam tradisi feminisme beliau adalah Betty Friedan. Sebelumnya Uriepedia sudah menuliskan secara umum apa itu feminisme, sehingga teman-teman bisa membacanya sekilas di sana agar ada gambaran umun mengenai apa sih feminisme itu. Sedangkan kali ini kita akan berbicara tentang salah satu tokoh terkenal pada gelombang kedua gerakan feminisme yang terjadi sekitar tahun 1960-1990. Oleh karena itu perlu di ingat bahwa perjuangan Betty Friedan dalam feminisme adalah untuk menyadarkan para perempuan akan apa yang disebut "masalah tanpa nama" di kala itu.
Masalah tanpa nama adalah sebuah perasaan hampa dan ketidakpuasan yang dialami oleh banyak perempuan di rumah tangga meskipun mereka memiliki kehidupan yang tampak sempurna secara sosial.
Bagaimanakah perjuangan Betty Friedan sebagai tokoh sentral dalam gerakan feminisme ini? Mari kita simak.
Bismillah.. ☕
Betty Friedan
Betty Friedan tokoh paling berpengaruh dalam tradisi feminisme khususnya jaman modern, seorang feminis dari amerika yang lahir di abad 20 tepatnya pada tanggal 4 Februari 1921 di Peoria, Illinois, Amerika Serikat dan meninggal sekitar umur 85 pada tanggal 4 Februari 2006 di Washington, DC.
Friedan merupakan nama suaminya, jadi jangan heran jika seorang feminis bisa menikah dan memiliki keluarga, karena banyaknya mispersepsi tentang apa itu feminisme di sekitar kita, salah satunya menganggap bahwa feminis tidak ingin menikah, padahal nyatanya tidak demikian.
Tahun 1963 Betty menerbitkan buku yang berjudul The Feminine Mystique hebatnya buku ini menjadi titik awal, tonggak, lahirnya gelombang baru dalam dunia feminisme. Dari sinilah mulai bermunculan istilah-istilah emansipasi wanita dan lain-lain, mulai muncul kesadaran-kesadaran baru tentang feminisme.
Betty Friedan merupakan salah satu tokoh besar dalam gerakan feminisme dengan mendirikan organisasi perempuan pertama National Organization for Women (NOW) (1966) yang visi utamanya adalah menyadarkan perempuan.
Betty Friedan juga merupakan seorang jurnalis, yang telah menulis banyak majalah-majalah yang kemudian dalam penelitiannya pada majalah-majalah tersebut melahirkan buku fenomenal: The Feminine Mystique.
Betty Friedan ketika melihat berita-berita perempuan pada majalah-majalah perempuan mulai mempertanyakan hal tersebut "apa iya dunianya perempuan hanya itu-itu saja?"
Seperti yang kita tahu pada jamannya, majalah-majalah perempuan hanya sebatas tentang sebuah resep masakan, cara make-up, baju atau fashion, tips membersihkan rumah, dan tip-tip lainnya. Sedangkan majalah laki-laki biasanya berisikan seperti berita bola, teknologi, otomotif dan lainnya.
Dari hal sederhana ini kita bisa dengan mudah membedakan antara majalah laki-laki dengan majalah perempuan. Dari kesederhanaan berfikir inilah yang kemudian ingin di lawan oleh Betty Friedan.
Penelitian Tentang Perempuan by Robert Jackson
Sebelum kita masuk lebih dalam kita haru mengetahui dahulu kenapa perempuan-perempuan bergerak?, Jawaban sederhananya karena memang secara objektif nasibnya perempuan itu tidak terlalu bagus, dan ironinya para perempuan sendiri tidak sadar akan hal itu.
Jika kita membaca buku-bukunya Betty Friedan kamu akan mendapatkan fakta bahwa beliau tidak ada yang menyerang laki-laki tapi justru menyerang para perempuan agar perempuan-perempuan sadar akan ketimpangan yang menimpa diri mereka.
Kurang bagusnya nasib perempuan bisa kita lihat misalnya dalam penelitian Robert Jackson & Georg Sorensen pada tahun 2000 an.
Dalam hal properti, di seluruh dunia hanya 1% perempuan yang memiliki properti atas nama dirinya, yang berarti 99% property di seluruh dunia atas nama laki-laki.
Dalam politik perempuan hanya 5% yang menjadi kepala negara dan mentri dalam kabinet, meskipun saat ini mungkin saat ini persentasenya sudah naik.
Meski begitu, jumlah jam kerja perempuan jauh lebih besar yaitu 60%, kerjanya lebih capek, hasilnya tidak terlihat, dan posisinya tidak penting.
Kalau kita bisa jujur, antara bapak dan ibu, jauh lebih banyak ibu yang bekerja. Seorang bapak biasanya bangun pagi sholat subuh, bersantai di teras, berbanding terbalik dengan ibu yang bangun pagi sudah langsung bekerja untuk menyiapkan sarapan atau sekedar cemilan.
Juga bila kita perhatikan seharian penuh maka aktivitas ibu dari pagi sampai malam akan jauh lebih banyak, dan lebih capek dibandingkan aktivitas bapak, pekerjaan ibu di muai dari subuh sampai sebelum tidur.
Tapi dengan banyaknya jam kerja ibu, posisi pekerjaan ibu berada pada sektor yang tidak penting (tidak produktif), tidak terlihat hasilnya secara nyata.
Apakah kamu pernah dengar perempuan mendapatkan piagam ibu rumah tangga? atau pernah dengar perempuan mendapatkan promosi jabatan ibu rumah tangga? Tentu tidak ada kan.
Selain jam kerja perempuan itu 60%nya laki-laki menurut Robert Jackson, gajinya perempuan hanya 10% dari total gaji yang beredar.
Di lihat dari index buta huruf perempuan juga menyumbang 60% mewakili orang dengan buta huruf di seluruh dunia. Dan dari 100% jumlah pengungsi 80%nya perempuan.
Dari data penelitian inilah yang di gelisahkan oleh para feminis, termasuk Betty Friedan. di tambah dengan para perempuannya tidak mengerti akan hal itu, merasa bahwa semua hal ini adalah kondratnya, merasa kondisi ini adalah normal dan tidak terelakkan.
Maka pemikiran-pemikiran inilah yang di perangi oleh Betty Friedan.
Equality Vs Equity Gender
Namun tidak serta merta feminis ingin sebuah kesetaraan, karena situasinya dari awal sudah tidak mungkin lagi hanya persamaan yang di inginkan, sebab jika hanya sebatas persamaan, maka situasinya tidak akan berubah, tetap tidak adil.
Maksudnya, sejak awal posisi antara laki-laki dan perempuan sudah jomplang tidak equal. Maka cara untuk mengatasi kejomplangan ini bukan di berikan kesamaan tetapi di berikan keadilan (fairness).
Jika kita melihat pada gambar, perempuan itu keadaanya seperti yang di sebelah kanan yang paling kecil, Jadi kalau jatahnya di kasih sama dengan laki-laki, padahal dia kecil maka selamanya akan tetap tidak ada perubahan.
Misalnya dalam pemilu bila perempuan di berikan jatah yang sama dengan laki-laki, maka hasilnya tetap perempuan akan kalah. Kenapa? karena sejak awal garis start-nya sudah tidak sama yaitu perempuannya "kecil" sedangkan laki-lakinya "besar".
Maka dari itu perlu ada keberpihakkan pada perempuan, itulah ganjil yang kedua seperti yang ada dalam gambar ganjil yang kedua itulah yang di perjuangkan oleh feminis.
Itulah kenapa kalau kita belajar tentang feminis, mereka ingin di utamakan dahulu sampai kekuatan perempuan sama dan sejajar dengan laki-laki agar garis start nya sama. hal ini di kenal dengan mainstreaming.
Kalau seorang istri tiba-tiba meminta bekerja dan pekerjaannya tidak sebagus suaminya maka akan susah karena sejak awal sang istri tidak di rancang untuk mencari pekerjaan. Maka harus ada keberpihakan itulah nanti perjuangannya kelompok feminis, harus ada mainstreaming tidak sekedar di samakan dalam bahasa filsafat keadilan bukan equality tapi equity.
Ini yang di perjuangkan oleh kelompok feminis, karena sejak awal situasinya berat sebelah bahkan perempuannya sendiri yang harusnya merasa jadi korban tapi malah tidak merasa apa-apa dan menikmati keadaan tersebut.
Seks dan Gender
Belajar feminis artinya kita belajar tentang kesetaraan gender. Namun sebelum itu banyak orang yang mispersepsi antara seks dan gender biasanya orang akan bilang "perempuan kan ada kodratnya!" maka mari kita bedakan antara seks dan gender.
Yang disebut kodrat itu berdimensi seksual/biologis seperti urusan menstruasi, urusan hamil, dan urusan menyusui. Sedangkan memasak, merawat anak atau orang tua, mencuci, menyapu dan sebagainya itu bukan ranah kodrat, tapi ranah adat atau gender.
Kalau kodrat memang dari awalnya begitu tidak bisa diubah, sedangkan gender adalah bentukan sosial dan atau kesepakatan adat istiadat.
Maka boleh seorang perempuan mogok masak misalnya karena itu kesepakatan sosial bukan kodrat tapi perempuan tidak bisa mogok melahirkan karena akan berdampak buruk peradaban, maka hamil dan melahirkan adalah kodrat perempuan.
Oleh karena itu boleh ketika berumah tangga membuat kesepakatan tentang adat, laki-laki memasak dan perempuan mencuci misalnya. Sekarang banyak laki-laki yang bisa mencuci pakaian, memasak, menjahit, merawat anak atau orang tua dan sebagainya menjadi bukti bahwa hal itu bukanlah kodrat tetapi kultur.
Jadi ada yang sifatnya kodrati (fitrah) yang tidak bisa di ubah atau di tawar karena memang sudah harusnya begitu, ada yang sifatnya kultural, kesepakatan sosial atau dengan kata lain adalah gender.
Perbedaan seks dan gender.
Seks | Gender |
---|---|
Biologis | Kultur / Adat Istiadat |
Kodrat / Fitrah / Pemberian Tuhan | Bentukan, Diajarkan melalui sosialisasi / internalisasi |
Alami | Konstruksi sosial |
Tidak dapat diubah | Dapat diubah |
Menstruasi, hamil, melahirkan, menyusui | Memasak, mencuci, merawat, menididik, bekerja dan menjadi tenaga profesional |
Nah yang menjadi problem dan di persoalkan oleh para feminis adalah yang gender. Karena seringkali pembagiannya tidak adil, hanya menyenangkan kaum laki-laki.
Ini semua disebabkan oleh peradaban laki-laki atau dengan nama lainnya yaitu peradaban patriarki, sejak awal banyak pemimpin negara laki-laki, rajanya laki-laki, gubernurnya laki-laki, panglima perangnya laki-laki maka dunia ini dibentuk versi laki-laki yang seringkali tidak peka dengan kebutuhan perempuan. Inilah yang kemudian melahirkan ketimpangan gender.
Beberapa filsuf awal seperti Aristoteles dan Plato bahkan menganggap bahwa perempuan itu setengah manusia karena jamannya memang begitu. Apalagi jaman Arab jahiliyah posisinya perempuan sangat rendah sekali dianggap seperti barang. Nanti kita bahas ini di Fatimah Mernissi.
Jadi problem gender adalah problem kesepakatan sosial, kalau urusan menyusui, hamil, melahirkan tidak masalah. Tetapi ketika pembagian pada ranah kultur dan adat seperti memasak, mencuci dan sebagainya jatah perempuan selalu lebih.
Problematika Gender
Apa sih isu gender atau kesenjangan gender yang membuat mereka bergerak terutama dalam feminisme gelombang kedua dimana hak-hak perempuan di perjuangkan oleh Betty Friedan.
1. Marjinalisasi Perempuan
Peminggiran perempuan misalnya "perempuan tidak perlu pendidikan terlalu tinggi, takut tidak laku"
Sebab itu terkadang perempuannya sendiri minder dan takut tidak laku bila menyandang pendidikan tinggi.
Pemikiran inilah yang membuat perempuan terpinggirkan, dan hal ini di biat oleh struktur peradaban.
Contoh lain dalam politik misalnya perempuan sering menjadi terpinggirkan seperti
"Jangan pilih pemimpin perempuan, karena perempuan itu emosian" juga merupakan peminggiran terhadap perempuan. Padahal lelaki yang emosian juga banyak kan!.
2. Burden
Burden atau beban kerja. Perempuan itu beban kerjanya banyak hanya saja karena sektornya tidak penting, tidak produktif sehingga seolah-olah dia tidak menghasilkan apa-apa.
Misalnya realita yang terjadi di masyarakat seperti ini
Kalau anaknya pintar yang akan di puji biasanya bapaknya, sedangkan kalau anaknya nakal yang di pertanyakan adalah ibunya.
Inilah kesusahan menjadi perempuan yang kemudian di lirik oleh para feminis.
3. Subordinasi
Subordinasi artinya perempuan dianggap tidak penting hanya sekedar pelengkap saja. Misalnya menganggap Hawa sebagai pelengkap Nabi Adam as karena Nabi Adam kesepian.
Menganggap bahwa Allah menciptakan Hawa hanya untuk menghibur nabi adam yang kesepian di syurga.
Di realita juga sering terjadi seperti ketika hendak bertamasya sering kali ada yang bilang "sudah tidak usaha membawa perempuan, ribet, cerewet, sumpek, susah diajak diskusi, cuma ingin menang sendiri".
Itulah subordinasi.
4. Stereotipe
Stereotipe pada perempuan artinya pelabelan negatif terhadap perempuan. Kita sering melihat anekdot yang negatif terhadap perempuan. Misalnya,
Perempuan suka sein kanan belok kiri.
perempuan ga kenal kata maaf.
perempuan begini dan begitu.
Itu semua adalah contoh dari stereotipe atau pelabelan negatif pada perempuan. Padahal laki-laki juga ada yang seperti contoh diatas.
5. Violance
Kekerasan terhadap perempuan juga menjadi problematika gender, baik kekerasan fisik maupun non fisik.
Kita sering lihat di media bagaimana kekerasan rumah tangga sering terjadi pada perempuan.
Jadi secara umum problem gender di peradaban kita ada marjinalisasi, ada ketimpangan beban, ada subordinasi, ada stereotipe dan ada kekerasan. Inilah kondisi realnya perempuan.
Sumber Problematika Gender: Ideologi Patriarki
Lalu kenapa bisa ada problem gender?. Di atas kita telah menyinggung bahwa peradaban kita adalah peradaban laki-laki sering disebut dengan patriarkhi.
Sebab penguasanya banyak laki-laki maka kebijakan yang di keluarkan seringnya sangat laki-laki, jarang mempertimbangkan kepentingan perempuan dengan segala karakternya.
Sebuah Ideologi isinya ada tiga yaitu nilai, norma dan kepercayaan.
Nilai adalah apa yang di harapkan, norma adalah apa yang harus di lakukan dan jangan di lakukan, dan kepercayaan. Jadi nilai, norma dan kepercayaan pada peradaban kita baunya sangat laki-laki dan di atur untuk menyenangkan laki-laki.
Misalnya kita lihat pada majalah model baju perempuan, semua model baju perempuan rata-rata sangat ribet. Kenapa, karena biasanya itu di rancang untuk menyenangkan laki-laki, bukan untuk kenyamanan perempuan.
Memakai make-up juga biasanya perempuan berfikir untuk bagaimana caranya laki-laki tertarik pada dirinya.
Contoh lain sering terlihat seorang perempuan memakai rok pendek, singletan, bawa motor kehujanan. Bisa kamu tebak kenapa dia berpakaian seperti itu? Karena dari awal dia berfikir laki-laki pasti senang dan memuji kecantikan dirinya.
Bila sedikit saja perempuan itu rasional, maka di musim hujan ini dia akan berfikir dua kali dalam memakai pakaian itu, dia akan memakai pakaian yang lebih tertutup, tebal dan anti air misalnya agar tidak masuk angin.
Jadi dari semua contoh di atas orientasinya adalah untuk kepentingan laki-laki, menjadi lebih problematika lagi sebab perempuannya tidak sadar.
Nah, karena ideologinya adalah Patriarkhi akhirnya laki-laki menjadi superordinate, sedangkan perempuan menjadi subordinate.
Ini lah yang di serang oleh Betty Friedan dengan hadirnya gerakan feminisme.
3 gelombang Feminisme
Dari keadaan sosial seperti itulah lahir gerakan feminisme dalam 3 gelombang.
First Wave: 1848-1915
Sejarah gerakan feminisme di mulai dari abad 18-19, perjuangan kelompok feminis gelombang pertama belum terlalu dalam, hanya memperjuangkan hak-hak perempuan dalam politik agar perempuan bisa milih, agar perempuan setara di depan hukum, agar kesaksian perempuan diakui, memiliki hak kepemilikan dst. Dan itu sukses.
Hanya saja perjuangan tersebut belum sampai ke akar permasalahan. Secara umum perempuan masih terdominasi oleh laki-laki.
Second Wave: 1960-1990
Barulah feminisme gelombang kedua pada tahun 1960 lahir kesadaran kesetaraan dalam berbagai bidang. Pemicunya adalah Betty Friedan dengan bukunya The Feminine Mystique.
Jasa dan hasil dari gebrakan beliau sangat banyak sampai melahirkan keputusan-keputusan baru, kesepakatan-kesepakatan polit baru yang tentunya menguntungkan perempuan.
Termasuk upaya kesetaraan dalam bidang sosial, politik, ekonomi, pekerjaan, upah, dan sebagainya bahkan sampai dengan hak reproduksi.
Third Wave: 1990-sekarang (Post Modern Era)
Selanjutnya gerakan feminisme gelombang ketiga terjadi pada tahun 1990 sampai dengan sekarang.
Tekanan nya sudah masuk pada hak-hak kultural, gerakannya mulai radikal, di beberapa titik sudah ekstrem, seperti ada istilah feminis lesbian, feminis homoseksual dan lain-lain. Yang kemudian di akhir-akhir hidup Betty Friedan mengkritik feminis yang agak ekstrem ini.
Jadi pluralitas tekanan nya pada hak setiap individu,
Itulah diantara ciri feminis gelombang ketiga.
The Feminine Mystique
Mystique berarti sesuatu yang tersembunyi, the Feminine mystique berarti fenomena tersembunyi dari perempuan.
The feminine mystique says that the highest value and the only commitment for women is the fulfilment of their own femininity. It says that the great mistake of western culture, through most of its history, has been the undervaluation of this femininity.
— Betty Friedan
Katanya Betty Friedan rahasia tersembunyi, problemnya perempuan hari ini adalah hampir semua orang termasuk perempuan nilai tertinggi perempuan yaitu komitmennya kepada 'keperempuanan'. Keperempuanan yang dimaksud adalah mencuci, masak, bersih-bersih dst. Inilah anggapan nilai terhebat (value) bagi perempuan saat itu.
Ironinya pandangan inilah yang memenjarakan perempuan, sehingga perempuan yang tidak bisa memasak, tidak bisa bersih-bersih, tidak bisa merawat anak dianggap perempuan dengan nilai rendah.
"Perempuan kok engga bisa masak", "momong anak aja kok tidak bisa", "nyetrika aja kok gak bisa"
Kalimat-kalimat seperti itu menganggap perempuan dengan nilai rendah, atau bahkan bukan 'perempuan' sama sekali dan kamu mungkin pernah mendengar kalimat-kalimat seperti ini. Sehingga agar perempuan merasa memiliki nilai yang tinggi mereka harus bisa melakukan hal-hal yang disebutkan di atas, itulah rahasia menyedihkan perempuan hari ini.
Peradaban modern saat ini juga masih kurang lebih sama, menganggap feminitas keprempuanan inilah jati diri yang paling unggul dari perempuan, kemuliaanya perempuan. Inilah mystique nya perempuan yang di kritik oleh Betty Friedan.
The highest value and the only commitment for women is the fulfilment of their own femininity. — Betty Friedan.
Lebih dalam, uraiannya Betty Friedan juga mengkritik glorifikasi bunga-bunga bahasa yang seakan-akan meninggikan derajat perempuan namun kenyataannya adalah sebaliknya.
Bunga-bunga bahasa seperti "saat perempuan berdiam diri di rumah, disitulah kemuliaanya perempuan", "perempuan yang memiliki skil memasak, mencuci, merawat anak adalah perempuan sejati" atau "dalam hal merawat rumah perempuan jauh lebih tinggi dari laki-laki" bahasa-bahasa tersebut seolah-olah luar biasa padahal sebaliknya ini menjebak perempuan.
Jadi ternyata yang di jual oleh laki-laki dari perempuan hanyalah kecantikan dan pemeliharaan yang kemudian di buatkan narasi-narasi pendukungnya dan inilah yang juga di kritik oleh Betty Friedan.
Kalimat-kalimat lain dari Betty Friedan seperti
To be otherwise is to be unfeminine, not-woman
Sehingga perempuan di jebak dengan narasi 'perempuan lakukanlah keprempuanan' kalau tidak berarti telah menjadi kelaki-lakian (tomboy).
Narasi-narasi ini yang kemudian menjadikan perempuan takut untuk keluar dari ranah 'pemeliharaan dan kecantikan' tadi, yang membuat dia sibuk luar biasa untuk tetap bisa beredar di ranah pemeliharaan dan kecantikan.
Kadang-kadang perempuan yang sudah lulus S2 misalnya tapi belum punya pasangan akan panik luar biasa sampai-sampai berfikir "jangan-jangan tidak ada yang tertarik padaku" dia panik kenapa? Karena perempuan takut jika tidak ada laki-laki yang tertarik padanya terutama dalam 'kecantikan dan pemeliharaannya'.
Kalau sudah seperti ini perempuan akan berfikir "apa aku kurang feminim ya?", "Apa aku tidak terlihat seperti perempuan?" dst. Dan ini bencana yang luar biasa bagi dirinya. Ini akan menbuat dirinya jungkir balik, jangankan hal ini bahkan jika dirinya sangat terganggu karena dianggap gendut dia panik, padahal standar kecantikan adalah narasi yang dibuat oleh laki-laki.
Padahal jika kamu lihat di peradaban-peradaban kuno, justru mereka yang gendut lah yang dianggap cantik, dan yang langsing dianggap kerempeng. Dan itu semua hanyalah permainan laki-laki.
Inilah problem besar perempuan dunia modern, yang membuat perempuan takut untuk menjadi maskulin. Maskulin dalam narasi besar patriarkhi mencangkup ranah pendidikan, pekerjaan, politik.
Dan perempuan yang diatributi maskulin dianggap hidupnya tidak bahagia. Padahal semua itu hanyalah sebuah narasi kesepakatan gender. Maka baik perempuan dan laki-laki jangan takut dengan narasi kesepakatan gender.
Akhrinya citra perempuan yang di berikan oleh mystique tadi pada perempuan amerika adalah citra lama - occupation: housewife. Kalau dalam KTP Indonesia itu pada point pekerjaan: ibu rumah tangga.
The new image this mystique gives to american women is the old image: 'occupation: housewife'. Betty Friedan (1963)
Jadi pada akhirnya semua perempuan bercita-cita menjadi ibu rumah tangga yang baik. Ini tidak sepenuhnya salah, sebab kesalahannya ada di prosesnya saja.
Kenapa begitu?
Latar Belakang Gerakan Feminisme Betty Friedan
Dalam bukunya Feminine mystique.
Tahun 1930an jaman sebelum terjadi perang dunia ke dua, perempuan masih banyak yang berkualitas karena banyak yang berkarir, banyak yang mendapatkan pendidikan tinggi, banyak yang berkarya. Namun paska perang dunia gejala subordinasi perempuan mulai kelihatan.
- Paska perang laki-laki yang pulang dari medan tempur karena menganggur menambil alih pos-pos pekerjaan perempuan, akhirnya perempuan menganggur.
- Karena perang yang berkepanjangan, laki-laki yang ketika berangkat berperang saat masih muda maka setelah pulang dia sudah berumur dan mau tidak mau di harus berumah tangga. Yang terjadi kemudian pernikahan dini besar-besaran.
Jadi, sektor pekerjaan perempuan diambil oleh laki-laki, kemudian perempuan menganggur kemudian di nikahi oleh laki-laki jadilah ibu rumah tangga.
Sehingga setting (latar belakang) ini ternyata sangat penting untuk melihat bahwa ketika laki-laki berperang semua sektor pekerjaan yang tadinya di kerjakan oleh laki-laki perempuan juga bisa melakukannya, dan sebaliknya ketika laki-lakinya kembali dari peperangan sektor pekerjaan yang di pegang oleh perempuan diambil alih oleh laki-laki, sehingga perempuan kalah dan terpinggirkan.
Ironinya setelah perempuan menjadi ibu rumah tangga kemudian digempur oleh produk-produk yang menarasikan bahwa itulah perempuan sejati, dari sini maka perempuan akan susah bangkit dari sistem ini.
Apalagi kemudian munculnya revolusi industri, era kapitalisme. membuat perempuan menjadi mangsa empuk bagi industri. Mulai dari majalah, koran, fashion, make-up dan bahkan sampai otomotif diarahkan ke perempuan hanya karena feminitasnya (kecantikan dan pemeliharaan).
Musibahnya awal revolusi industri bagi perempuan yang kerja di pabrik dianggap levelnya di bawah laki-laki sehingga gajinya jauh di bandingkan laki-laki. Pekerja perempuan dan pekerja laki-laki honornya berbeda sabab menggap perempuan tenaganya tidak sebanding dengan laki-laki.
Padahal urusan tenaga hanyalah urusan fisik yang bisa dilatih, tapi realitanya di citrakan bahwa secara fisik perempuan itu lemah. Tenaga hanyalah urusan gaya hidup, perempuan yang rajin latihan pasti bisa mengalahkan laki-laki dalm hal tenanga.
Sayangnya secara stereotipe, secara persepsi, secara image, orang-orang menganggap perempuan lebih lemah daripada laki-laki.
Padahal perempuan bisa membawa janin selama sembilan bulan, yang tidak menjamin bahwa laki-laki mampu melakukannya, belum lagi perempuan berkali-kali hamil dan melahirkan.meunjukkan perempuan jauh lebih kuat dibandingkan laki-laki karena laki-laki belum pernah menanggung beban seperti perempuan.
Jadi sebetulnya tidak ada hubungan antara kuat dan tidak kuat seorang perempuan dalam bekerja hanya saja struktur sosial dan budaya ternyata tidak berpihak kepada perempuan.
Inilah yang kemudian di sebut oleh Betty Friedan adalah problem yang tidak punya nama.
The Problem Has No Name
Seolah-olah tidak ada masalah, menilik dunia berjalan baik-baik saja. Padahal ada problem besar disini yaitu ketidak bebasan dan ketidak bahagiaan perempuan. Tapi bahkan perempuannya sendiri tidak sadar, karena tidak sadar akhirnya tidak bisa disebut sebuah masalah. — the problem that has no name.
Betty Friedan kemudian meneliti pada berbagai majalah-majalah, jurnal, wawancara dengan ibu rumah tangga dan hasil penelitianna dia tahu ada problem tadi. Tapi tidak terkatakan.
Sebenarnya perempuan-perempuan itu tidak puas, tetapi dia tidak tahu cara mengungkapkannya bagaimana.
Kemudian Betty Friedan mengatakan kebanyakan perempuan tidak tegas, tidak jujur dan orientasi hidupnya hanya domestik. Hasil wawancaranya Friedan perempuan selalu berfikir "nanti rumah tanggaku bagaimana?", anakku bagaiman, suamiku bagaimana, rumahku bagaimana. Perempuan selalu mengkhawatirkan itu. Orientasinya selalu kedalam, dia tidak berfikir kepenuhan dirinya sendiri sebagai manusia.
Di perparah oleh lingkungannya, di dukung oleh tv, di dukung oleh majalah, di dukung oleh koran. Di semua media itu selalu menarasikan inilah perempuan yang baik, begitulah perempuan yang ideal, inilah perempuan idaman setiap orang, yang pintar masak, yang pintar dandan, yang pintar merawat anak dan seterusnya.
Oleh sebab itu diawal-awal kita di menyinggung tentang majalah perempuan karena memang isinya tidak jauh dari hal-hal tadi. Di kondisikan perempuan punya persepsi bahwa ya itulah perempuan.
Begitulah kondisi perempuan tahun 60an, sekarang mungkin sudah mulai bergeser mulai sadar berkat perjuangan para feminis.
Jadi inilah problem has no name, problem yang tudak punya nama. Kenapa tidak punya nama? Karena tidak di anggap problem bahkan oleh perempuan sendiri.
The problem lay buried, unspoken, for many years in the minds of American women. It was a strange stirring, a sense of dissatisfaction, a yearning that women suffered in the middle of the 20th century in the united states. Each suburban wife struggled with it alone. As she mode the beds, shopped for groceries ... She was afraid to ask even of herself the silent question - 'Is this All?' — Betty Friedan
Problem ini terkubur tidak terkatakan bertahun-tahun dipikiran para perempuan di amerika, ini adalah satu perasaan aneh yang canpur aduk, satu rasa tidak puas. Satu kerinduan, satu keinginan, satu lamunan bahwa mengapa perempuan terluka, mengapa perempuan tersiksa di abad 20 di amerika. Setiap istri berjuang dengan problem ini sendirian, bahkan berbicara pun dia takut dianggap bukan wanita yang sejati.
Saat dia menata ranjang, menata kamar tidur, saat belanja di toko, dia takut bertanya bahkan pada dirinya sendiri satu pertanyaan - apa hanya ini semua yang harus kulakukan dalam hidup?.
Inilah hasil wawancaranya Friedan pada ibu-ibu rumah tangga di tengah masyarakat.
Kata Betty Friedan setiap hari para ibu bergumul dengan masalah ini tapi tidak berani mempertanyakan apalagi mengejar jawabnya, dia takut.
Apa iya hanya ini?.
Itulah yang di ungkap oleh Betty Friedan dalam bukunya Feminine mystique.
Krisis Identitas Perempuan
Pada akhirnya perempuan mengalami krisis identias. Sulit memahami dirinya sendiri, antara dorongan hatinya dengan kewajiban yang harus di jalani.
Harus tetap dirumah atau boleh mengejar cita-cita?. Pertanyaan ini membuat bingung perempuan.
Betty Friedan sendiri pernah mengalami hal ini ketika dia bersama pacarnya, di mana kala itu pacarnya meminta Betty Friedan untuk tidak mengejar pendidikan tinggi dan bekerja sehingga ia (pacarnya) berjanji akan memenuhi kebutuhannya di rumah.
Namun Betty Friedan membedakan antara job dan work, yang mana job itu pekerjaan yang dibayar dengan upah sedangkan work adalah karya sebagai tanda dirinya eksis.
Jadi, perempuan mengalami krisis identias dengan mempertanyakan "apa iya hidupku hanya begini-begini saja?"
Dan dalam cermatannya Friedan banyak perempuan kemudian putus sekolah hanya untuk alasan menikah, takut bahwa seandainya mereka terlalu lama menunggu untuk pintar dan terdidik mereka akan gagal dalam membangun rumah tangga.
Masyarakat menuntut perempuan untuk melayani di rumah tangganya, perannya menjadi sempit.
Ketika pendidikannya semakin tinggi dia semaki gelisah, "kalau pendidikanku tinggi bisa tidak aku melayani keluarga ku dengan baik", "kalau karirku sukses lalu bagaimana dengan anak-anak dan suamiku" dan seterusnya. Inilah yang membuat perempuan galau dan bingung, antara menuruti tuntutan masyarakat ataukah mewujudkan mimpi-mimpiku.
Itulah krisis identitas perempuan dalam feminine mystique.
Happy Housewifes Heroine
Akhirnya menurut Betty Friedan secara umum wanita modern hanya mencita-citakan tiga hal yaitu heart, home and husband.
Heart sudah tidak asing bahwa perempuan mengejar hal-hal romantis, mengejar cinta, mengejar kenyamanan, mengejar sentimentalitas, mengejar cinta sejati dan seterusnya. Home, perempuan modern mengejar ketenangan dan ke mapanan
Dan husband, perempuan mencita-citakan mendapatkan suami yang mapan, soleh, kaya dan seterusnya. Singkatnya perempuan modern hanya mencari yang cocok di hati, yang mapan dan suami setia.
Padahal dulu waktu kecil kalau ditanya cita-cita, perempuan juga bisa menjawab sama tegasnya dengan laki-laki bahkan terkadang perempuan lebih tegas.
"Saya ingin menjadi dokter yang punya rumah sakit sendiri"
Cuma begitu perempuan tumbuh besar dia kemudian menjadi ragu dengan cita-citanya kenapa? Karena masyarakat menuntut dia bahwa perempuan yang baik, perrempuan muliya, perempuan sejati, adalah perempuan yang mengabdi di rumah, bukan bekerja di luar.
Sehingga akhirnya perempuan hanya mampu mencita-citakan tiga hal tadi, heart, home dan husband. Itulah happy housewifes heroine, pahlawan ibu rumah tangga yang bahagia.
Mereka melenyapkan hasrat untuk mandiri dan mencurahkan segala perhatiannya hanya untuk:
... Kissing their husbands goodbye in front of the picture window, depositing their statiowagonsful of children at school, and smiling as they ran the new electric waxer over the spotless kitchen floor.
— Betty Friedan
Bahagia kalau pagi-pagi ketika suaminya hendka berangkat kemudian mencium suaminya, bahagia melihat anak-anaknya tertawa sambil berangkat ke sekolah, bahagia ketika punya alat masak baru, bahagia ketika dapurnya bersih. Inilah gambaran puncak kebahagiaan perempuan modern.
Apa salah?, Tidak. Kelirunya perempuan itu tidak memikirkan dirinya sendiri. Kata Friedan mereka ini:
Well-rounded but not career-driven, educated but not intellectual, obsessed with producing children and managing a household to the exclusion of all else
— Betty Friedan
Hidupnya nyaman dan lancar hanya saja tidak terdorong untuk berkembang, tidak produktif, kuliah S1 atau S2 tapi sayang ilmunya tidak di praktikan. Terobsesi untuk membuat anak kemudian mengurusi rumah segingga selain itu terasa tidak penting.
Yang penting seperti yang di terangkan di atas yaitu karir suaminya beres, anak-anak sekolahnya lancar, dapur rumahnya beres dan seterusnya.
Is That All?
Itu pertanyaannya Betty Friedan.
Men are not the enemy, but the fellow victims. The real enemy is women's denigration of themselves.
— Betty Friedan
Sayangnya dalam cerita menyedihkan ini laki-laki bukanlah musuh, tetapi lalaki juga korban yang katut. Musuh sebenarnya adalah pandangan perempuan sendiri pada dirinya, pandangan yang merendahkan perempuan pada dirinya sendiri.
Jadi, telah di katakan ada struktur-struktur yang membuat perempuan tertindas, nyatanya lelaki juga korban dari struktur tersebut. Maka, perempuannya harus bangkit dan jangan manganggap dirimu rendah, levelmu setara dengan lelaki.
The Sex-directed Educators
Selanjutnya berhati-hatilah dengan para pendidik, para tokoh, para ilmuan, yang menceramahkan, yang melanggengkan, yang mengajarkan struktur di atas, struktur inferioritas perempuan.
Mereka adalah kalangan pelajar terdidik tetapi tidak mendidik, tidak membuka wawasan perempuan, tidak menumbuhkan kemampuan-kemampuan perempuan yang tersembunyi agar mereka manjadi perempuan yang sepenuhnya.
Yang di lakukan sex-directed educators ini hanya mengajarkan: "hey perempuan lakukan ini dan jangan lakukan itu", "pokoknya perempuan tugasnya hanya di rumah" selalu begitu.
Perempuan tidak diajari untuk kritis terhadap struktur, kritis terhadap prasangka-prasangka, kritis terhadap pandangan-pandangan di tengah masyarakat yang tidak pas.
Jadi, kata Betty Friedan ayo kita waspada pada ajaran ini, karena ajaran sex-directed educators akan sulit untuk dibantah sebab mereka adalah orang terpelajar dan atau orang terpandang. Dan ajaran-jaran tersebut akan membuat posisinya perempuan tetap inferior, tetap di bawah.
Jadi diantara penghalang perjuangan para perempuan adalah sex-directed educators.
Rumah: Comfortable Concentration Camp
Dalam struktur yang meminggirkan perempuan tadi akhirnya rumah manjadi kamp konsentrasi yang nyaman (comfortable concentration camp).
Tidak boleh kemana-mana, tidak boleh ngapa-ngapain, apapun itu hanya menikmati apa saja yang di dalam rumah. Rumah akhirnya menjadi penjara yang nyaman bagi perempuan hingga akhirnya membuat perempuan tidak berkembang.
Perempuan melupakan bahwa dirinya juga manusia yang butuh aktualisasi diri. Sehingga akhirnya yang terjadi adalah progressive dehumanization and passive nonidentity, pelan-pelan secara bertahap perempuan posisinya tidak seperti manusia lagi. Bahkan jika kita lihat sejara di arab abad ke-6 perempuan tidak dianggap manusia tetapi di anggap barang.
Bahkan saat kalah perang perempuan juga menjadi bagian dari rampasan dan di bagi-bagikan sebagai ghonimah. Saat itu semakin banyak koleksi perempuannya semakin tinggi status sosialnya.
Jadi progressive dehumanization adalah secara pelan-pelan perempuan di posisikan tidak seperti manusia melainkan sekedar objek.
Passive nonidentity, selain itu perempuan di posisikan di level pasif dan non identitas, jadi dirinya tidak penting yang penting adalah fungsi pasifnya.
Coba cek realita, wanita yang dianggap baik adalah wanita yang tidak agresif (pasif), sedangkan wanita yang menyatakan cinta terhadap laki-laki akan dianggap tidak pantas.
Perempuan di posisikan lemah, perempuan yang sensitif perasaannya, perempuan yang tidak punya ambisi, perempuan yang tidak terlalu cerdas.
Hasilnya perempuan menjelma menjadi "forfeited self" diri yang dikorbankan. Merasa cita-citanya, ambisinya, tidak penting yang penting adalah keluargaku, rumahku dan aku tetap nyaman di sana.
Jadi jangan salah bahwa sebetulnya ibu kita berkorban dengan sangat luar biasa.
Remedy: a Drastic Reshaping of the Cultural Image of Femininity
Maka kata Betty Friedan tugas utama perempuan hari ini adalah remedy, ujian ulang. membentuk ulang secara drastis gambaran tentang feminitas yang bagus seperti apa, keperempuanan itu apa.
Jika keperempuanan yang lama itu yang bisa memasak, mencuci, dst maka ayo kita bentuk ulang pada peradaban dan budaya kita ini. Dengan begitu maka perempuan akan mudah untuk mencari banchmark, mencari dan menjadi contoh ideal.
Jadi, biarkan perempuan bermimpi dan mewujudkan mimpinya, jangan kesusu melakukan perkawinan dini karena akan membuat dirinya susah berkembang.
Pendidikan kemudian sangat penting, semakin rendah pendidikan semakin susah mengaktualisasikan diri, mengembangkan diri. Makanya ibu Kartini diantaranya melakukan pendidikan sebagai gerbarakan feminis, karena diantara kunci-kuncinya gerakan feminisme adalah berpendidikan tinggi.
Selain itu perempuannya harus di remedy juga, di utamakan sebentar agar posisinya setara dengan laki-laki dan kemuidan setelah itu barulah bersaing secara equal.
Juga harus di ingat kan bahwa "tidak masalah menjadi ibu rumah tangga, tapi tidak hanya itu. Silahkan bermimpi setinggi-tingginya" sebagaimana lelaki bercita-cita tinggi.
Berkaryalah!
Tujuannya apa sih remedy tadi? Yaitu agar perempuan menjadi manusia yang utuh. Bukan manusia yang hanya pelengkapnya laki-laki. Biar dirinya menentukan "what one is going to be"
Jadi bukan hanya laki-laki yang bisa bermimpi, perempuan juga silahkan bercita-cita, berusaha, dan mewujudkan mimpi dan cita-citanya. Itulah manusia.
Perangkat kemanusiaan yang di miliki oleh laki-laki juga di miliki oleh perempuan, lelaki punya akal perempuan juga punya, lelaki punya perasaan perempuan juga punya, laki-laki punya kekuatan perempuan juga punya.
Yang berbeda hanyalah masalah sex (haid, hamil, melahirkan dan menyusui) selain itu semua sama.
Jadi silahkan bercita-cita setinggi-tingginya.
Tentu saja ada banyak perempuan yang bahagia menjadi ibu rumah tangga, dan keahliannya sepenuhnya hanya mengurusi rumah tangga. Namun kebahagiaan itubtidak sama dengan 'kepenuhan' hidup, karena manusia bukanlah makhluk statis.
— Betty Friedan
Jadi jangan mandeg baik laki-laki maupun perempuan, perempuan jangan hanya merasa puas di ranah domestik. Laki-laki juga jangan merasa selesai pada ranah di luar rumahnya. Kita harus lengkap.
Kata Friedan kita harus "Grow or die" tumbuh atau mati.
Jangan statis, jangan mandeg kita harus semakin baik, semakin berkualitas kalau tidak maka bukan manusia. Manusia itu berubah dan tumbuh, jangan merasa benar karena kalau merasa benar maka mandeg.
Jangan puas dengan kondisi hari ini dan sekarang, apapun kondisimu hari ini masih bisa lebih baik.
Jika kamu hari ini kaya raya ada yang lebih dari pada itu, jika kamu hari ini hidup nyaman ada yang lebih baik daripada itu. Tumbuh lah terus, kejarlah terus baik laki-laki maupun perempuan.
A woman has got to be able to say, and not feel guilty, 'who am i, and what do i want out of life?' she mustn't feel selfish and neurotic if she wants goals of her own, outside of husband and children.
— Betty Friedan.
Silahkan bertanyalah pada dirimu, teriakanlah siapa dirimu dan apa yang kamu inginkan, kejarlah cita-citamu. Tanpa harus rikuh, risih dengan suami atau anak-anak.
Urusan rumah di bagi bareng-bareng dengan adil, diluar urusan hami, haid, melahirkan kata Betty bercita cita lah.
Akhir dari 'feminine mystique'?
Perjuangan ini akan sukses dari lima jalur
1. Money
Butuh uang, dalam artian perempuan akan bebas bergerak kalau dia mandiri, tidak tergangtung lada suaminya. Jadi udahakan untuk tidak terlalu bergantung.
Karena biasanya kalau terlalu bergantung akan susah untuk bergerak, akan susah untuk mengejar cita-cita sendiri.
Kalaupun tidak ada uang, maka harus di negosiasi dengan suami.
2. Organization
Organisasi berperan sebagai wadah bagi para aktivis untuk berkolaborasi, berbagi sumber daya, dan menyusun strategi. Organisasi-organisasi ini seringkali memiliki fokus yang berbeda-beda, seperti advokasi kebijakan, layanan sosial, atau pendidikan.
Melalui organisasi, perjuangan feminisme dapat mencapai jangkauan yang lebih luas dan memberikan dukungan bagi para anggotanya.
3. Legal efforts
Perjuangan hukum adalah salah satu alat penting dalam gerakan feminisme. Melalui gugatan hukum, para aktivis feminis dapat menantang undang-undang diskriminatif, memperjuangkan hak-hak reproduksi, dan melindungi perempuan dari kekerasan.
Kemenangan dalam kasus-kasus hukum tidak hanya memberikan keadilan bagi individu, tetapi juga menciptakan preseden hukum yang dapat digunakan untuk memperkuat gerakan feminisme.
4. Political action & protest
Aksi-aksi politik dan protes adalah cara yang efektif untuk menarik perhatian publik dan menekan pemerintah untuk membuat perubahan. Demonstrasi, boikot, dan lobi di perlukan untuk menggugat kebijaksanaan-kebijaksanaan tertentu yang merugikan perempuan.
Aksi-aksi ini bertujuan untuk mengubah kebijakan publik, meningkatkan kesadaran masyarakat, dan memobilisasi dukungan untuk tujuan feminis.
5. Personal resolve
Ketangguhan personal, artinya perempuan harus tangguh. Karena tidak mungkin perjuangan ini sekali dayung, harus berjuang terus secara konsisten.
Laki-laki juga tidak harus selalu menjadi penonton sebab kalau kita berbicara tentang perempuan berarti bukan hanya tentang pacara atau istri, tapi juga ibu, adik, bibi, dan nenek.
Jika memang menurutmu strukturnya timpang (dzolim) maka ikutlah berjuang.
Melawan ke-dzoliman itu bila kita tidak kuat memakai tangan, pakailah mulut, bila mulut tidak kuat maka pakailah hati.
Jadi, feminis tidak selalu perempuan tetapi juga banyak yang laki-laki
Androgini
Androgini juga adalah apa yang di perjuangankan oleh Betty Friedan. Kata Friedan dalam bukunya The Fountain of Age
Jantan dan betina (sex) itu kodrat tetapi feminin dan maskulin (gender) itu kesepakatan, kultur. Dalam diri setiap orang ada femininnya dan maskulinnya.
Jadi, kalau ingin hidup seimbang maka keduanya harus hidup (feminin dan maskulin). Hidupnya dua kutub tersebut dalam diri seseorang disebut Androgini.
Istilah lainnya ada ambigender, a-gender, bigender, genderfluid.
Laki-laki memiliki karakter tegas, serius, asertif, petualang (maskulin). Perempuan memiliki karakter lembut, melayani, mengayomi, kontemplatif serba merawat (feminin). Maka dalam diri setiap orang harus punya kualitas maskulin dan kualitas feminin.
Laki-laki terkadang butuh feminin, butuh berlemah lembut, butuh melayani dan mengayomi. Perempuan juga kadang-kadang butuh maskulin, butuh tegas, butuh serius, butuh agresif.
Lelaki yang baper, menangis, juga tidak masalah karena memang punya hati, butuh feminitas. Perempuan juga butuh keganasan disaat tertentu, butuh petualangan dan sebagainya jadi tidak masalah.
Laki-laki sekarang banyak yang pandai masak, pandai mencuci, pandai merawat anak. Perempuan juga sekarang banyak yang bisa jadi supir, jadi kuli bangunan, dan seterusnya.
Itu semua baik feminin maupun maskulin adalah kualitas-kualitas manusiawi, tidak ada hubungannya dengan sex. Dalam diri kita ada maskulin dan femininnya. Jadi hidupkanlah unsur androgini, unsur feminin maskulin.
The only way for a woman, as for a man, to find herself as a person, is by creative work of her own.
— Betty Friedan.
Untuk membuktikan dirinya sebagai manusia adalah dengan karya kreatif sendiri. Berkarya adalah hak eksistensial setiap orang, baik laki-laki maupun perempuan.
Kalau dia ingin membuktikan dirinya manusia dia harus mau berkarya, melakukan sesuatu, menghasilkan sesuatu. Kalau tidak, dia hilang dalam kerumunan, tidak eksis sebagai dirinya sendiri.
Aging is not lost youth but a new stage of opportunity and strength.
— Betty Friedan.
Alhamdulillah..
- Friedan, Betty. The Feminine Mystique. W. W. Norton & Company, 1963.
- Mispersepsi: Pemahaman yang salah atau keliru tentang suatu hal, situasi, atau orang
- Bergumul: Berusaha keras untuk mengatasi masalah atau kesulitan.
- Katut: Terbawa atau ikut serta dalam suatu keadaan atau peristiwa.
- Kesusu: Terlalu cepat atau terburu-buru dalam melakukan sesuatu, sehingga seringkali menyebabkan kesalahan atau kegagalan.
Join the conversation