Apa Itu Hoarding Disorder? Si Penimbun Barang Tak Berarti
Urie jadi teringat sebuah manhwa yang sampai saat ini masih Urie baca dimana sang protagonis dijuluki sebagai Hoarder (Penimbun) karena memang kebiasaanya yang suka menimbun barang-barang. Uniknya ternyata Urie juga pernah melakukan hal yang sama yaitu menimbun banyak barang yang bahkan tidak pernah Urie pakai lagi dalam dunia medis ini disebut dengan hoarding disorder, so apakah kamu juga mengalaminya?.
Apa Itu Hoarding Disorder?
Hoarding disorder adalah suatu gangguan mental yang ditandai dengan kesulitan membuang barang-barang, bahkan yang tidak memiliki nilai atau tidak berguna. Orang dengan hoarding disorder cenderung menimbun barang dalam jumlah yang berlebihan sehingga memenuhi ruang hidup mereka dan mengganggu aktivitas sehari-hari.
Hoarding disorder sedikit berbeda dengan pengumpul barang, sebab banyak orang memiliki hobi mengumpulkan barang-barang tertentu, seperti perangko, koin, atau buku. Pengumpul barang biasanya memiliki sistem penyimpanan yang teratur dan dapat membuang barang jika diperlukan.
Sebaliknya, orang dengan hoarding disorder kesulitan membuang barang apa pun, bahkan jika barang tersebut sudah tidak berfungsi atau tidak memiliki nilai sentimental. For your information Kebalikan dari hoarding disorder adalah compulsive decluttering yaitu seseoran dengan kepribadian bersih yang berlebihan hingga nyaris tak ada barang-barang.
Seberapa Umum Hoarding Disorder?
Hoarding disorder adalah gangguan yang cukup umum, meskipun tingkat prevalensinya bervariasi di berbagai populasi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa sekitar 2-5% dari populasi umum mengalami hoarding disorder.
Namun, banyak kasus hoarding disorder yang tidak dilaporkan atau tidak terdiagnosis, sehingga angka sebenarnya mungkin lebih tinggi.
Gejala Hoarding Disorder
1. Kesulitan Membuang Barang
Salah satu ciri khas hoarding disorder adalah kesulitan yang ekstrem dalam membuang barang. Bahkan barang-barang yang sudah tidak bernilai, rusak, atau tidak berguna lagi seringkali sulit untuk dilepaskan.
Orang dengan hoarding disorder sering merasa memiliki ikatan emosional yang kuat dengan barang-barang mereka, meskipun barang tersebut tidak memiliki nilai sentimental yang nyata. Mereka mungkin merasa bahwa membuang barang sama dengan membuang sebagian dari diri mereka sendiri.
2. Menimbun Barang Sembarangan
Penimbunan barang secara berlebihan adalah gejala utama hoarding disorder. Barang-barang yang ditumpuk bisa sangat beragam, mulai dari kertas, pakaian, makanan, hingga barang-barang bekas.
Akibatnya, rumah atau ruangan yang ditinggali penderita seringkali menjadi sangat penuh dan berantakan. Tumpukan barang ini dapat memenuhi hampir seluruh ruangan, bahkan hingga menyisakan sedikit sekali ruang untuk bergerak.
3. Distress Emosional
Membuang barang bagi penderita hoarding disorder seringkali memicu perasaan cemas, stres, atau bahkan panik. Mereka mungkin merasa khawatir akan kehilangan sesuatu yang penting atau merasa bersalah jika membuang barang. Perasaan ini dapat sangat intens sehingga mereka menghindari membuang barang sama sekali.
4. Mengganggu Kepribadiannya
Hoarding disorder dapat mengganggu berbagai aspek kehidupan seseorang. Beberapa dampak yang sering terjadi antara lain:
Mengganggu Hubungan Sosial: Rumah yang penuh sesak dan tidak teratur seringkali membuat penderita merasa malu atau tidak nyaman untuk mengundang orang lain ke rumah. Akibatnya, mereka cenderung mengisolasi diri dan menghindari interaksi sosial.
Masalah Pekerjaan: Jika hoarding disorder cukup parah, dapat mengganggu kemampuan seseorang untuk bekerja secara efektif. Misalnya, mereka mungkin kesulitan untuk berkonsentrasi atau menyelesaikan tugas karena pikiran mereka terganggu oleh kekhawatiran tentang barang-barang mereka.
Masalah Kesehatan: Kondisi rumah yang tidak bersih dan penuh dengan barang dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan, seperti alergi, infeksi, dan masalah pernapasan. Selain itu, stres yang terkait dengan hoarding disorder juga dapat memengaruhi kesehatan mental.
Contoh skenario:
Seorang individu dengan hoarding disorder mungkin kesulitan membuang surat kabar lama, meskipun ia sudah berlangganan digital. Ia merasa bahwa surat kabar tersebut masih bisa berguna suatu saat nanti.
Rumah seorang penderita hoarding disorder mungkin begitu penuh sehingga ia kesulitan untuk memasak, membersihkan, atau bahkan tidur dengan nyaman.
Seorang mahasiswa dengan hoarding disorder mungkin kesulitan untuk belajar di kamarnya karena meja belajarnya tertutupi oleh tumpukan buku, kertas, dan barang-barang lainnya.
Penyebab Hoarding Disorder
Penyebab pasti hoarding disorder belum sepenuhnya dipahami, namun para ahli telah mengidentifikasi beberapa faktor yang mungkin berperan:
Faktor Genetik
Beberapa studi menunjukkan bahwa hoarding disorder cenderung muncul dalam keluarga. Ini mengindikasikan adanya komponen genetik yang mungkin berperan dalam perkembangan gangguan ini.
Penelitian terbaru juga mengidentifikasi beberapa varian gen yang mungkin terkait dengan peningkatan risiko hoarding disorder. Varian gen ini dapat memengaruhi cara otak memproses informasi tentang nilai dan pentingnya suatu barang.
Faktor Lingkungan
Pengalaman Masa Kecil: Pengalaman masa kecil yang traumatis, seperti kehilangan orang yang dicintai, penelantaran, atau kekerasan, dapat meningkatkan risiko seseorang mengalami hoarding disorder. Peristiwa-peristiwa traumatis ini dapat menyebabkan kesulitan dalam mengatur emosi dan membentuk ikatan yang sehat dengan orang lain.
Lingkungan Keluarga: Tumbuh dalam keluarga yang juga memiliki masalah hoarding atau gangguan mental lainnya dapat meningkatkan risiko seseorang mengembangkan hoarding disorder. Model perilaku yang dipelajari dari orang tua atau anggota keluarga lainnya dapat memengaruhi perkembangan kebiasaan menimbun barang.
Peristiwa Kehidupan yang Menekan: Peristiwa hidup yang sangat stres, seperti perceraian, kehilangan pekerjaan, atau bencana alam, dapat menjadi pemicu bagi munculnya hoarding disorder. Stres yang berkepanjangan dapat mengganggu kemampuan seseorang untuk mengatasi masalah dan membuat keputusan yang sehat.
Faktor Psikologis
Gangguan Obsesif-Kompulsif (OCD): Hoarding disorder seringkali terjadi bersamaan dengan gangguan obsesif-kompulsif (OCD). Kedua gangguan ini memiliki beberapa kesamaan, seperti adanya pikiran obsesif dan perilaku kompulsif.
Depresi
Depresi seringkali menjadi akibat dari hoarding disorder, namun juga dapat menjadi faktor penyebab. Depresi dapat membuat seseorang merasa tidak berdaya dan kehilangan minat dalam aktivitas sehari-hari, termasuk membuang barang.
Trauma
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, trauma masa kecil atau peristiwa hidup yang traumatis dapat menjadi faktor risiko.
Trauma dapat menyebabkan kesulitan dalam mengatur emosi dan membentuk ikatan yang sehat dengan orang lain, yang pada gilirannya dapat berkontribusi pada perkembangan hoarding disorder.
Perlu untuk diingat juga bahwa hoarding disorder adalah gangguan yang kompleks dengan berbagai faktor penyebab yang saling berinteraksi. Tidak ada satu faktor tunggal yang dapat menjelaskan semua kasus hoarding disorder.
Kombinasi antara faktor genetik, lingkungan, dan psikologis kemungkinan besar berperan dalam perkembangan gangguan ini.
Dampak Hoarding Disorder
Hoarding disorder tidak hanya memengaruhi aspek psikologis, tetapi juga memiliki dampak yang signifikan terhadap kesehatan fisik dan sosial penderita.
1. Dampak pada Fisik
Kondisi rumah yang penuh sesak dengan barang-barang yang menumpuk dapat menciptakan lingkungan yang tidak sehat dan tentu saja akan berisiko bagi kesehatan fisik. Beberapa masalah kesehatan yang sering dikaitkan dengan hoarding disorder antara lain:
- Masalah pernapasan: Debu, tungau, dan jamur yang menumpuk di dalam rumah dapat menyebabkan alergi, asma, dan masalah pernapasan lainnya.
- Masalah kulit: Kondisi rumah yang tidak bersih dapat meningkatkan risiko infeksi kulit.
- Bahaya kebakaran: Tumpukan barang yang mudah terbakar dapat meningkatkan risiko terjadinya kebakaran.
- Bahaya terjatuh: Rumah yang penuh sesak dengan barang-barang dapat menciptakan kondisi yang tidak aman dan meningkatkan risiko jatuh.
2. Dampak Sosial
Hoarding disorder seringkali menyebabkan isolasi sosial. Penderita mungkin merasa malu atau malu dengan kondisi rumah mereka sehingga mereka cenderung menghindari interaksi sosial. Akibatnya, mereka dapat kehilangan hubungan dengan keluarga, teman, dan rekan kerja.
Misalnya
Pada hubungan keluarga, penderita Hoarding disorder dapat menyebabkan konflik dalam keluarga, sebab anggota keluarga lainnya pasti akan merasa terganggu dengan kondisi rumah yang sempit dengan tumpukan barang (sampah).
3. Dampak Emosional
Hoarding disorder dapat memiliki dampak yang sangat signifikan terhadap kesehatan mental. Beberapa masalah emosional yang sering dikaitkan dengan hoarding disorder antara lain:
Kecemasan: Perasaan cemas yang berlebihan terkait dengan membuang barang adalah gejala utama hoarding disorder.
- Depresi: Depresi seringkali menjadi akibat dari isolasi sosial, masalah keuangan, dan rendah diri yang terkait dengan hoarding disorder.
- Rasa malu: Penderita seringkali merasa malu dengan kondisi rumah mereka dan takut akan penilaian orang lain.
- Rendah diri: Hoarding disorder dapat merusak harga diri sehingga menyebabkan perasaan tidak berharga pada penderitanya.
Contoh skenario:
Seorang individu dengan hoarding disorder mungkin mengalami kesulitan bernapas karena banyaknya debu dan bulu binatang di rumahnya.
Seorang wanita dengan hoarding disorder mungkin kehilangan pekerjaannya karena tidak dapat menjaga rumah dalam kondisi yang bersih dan teratur.
Seorang pria dengan hoarding disorder mungkin merasa sangat sedih dan kesepian karena tidak ada yang mau berkunjung ke rumahnya.
Kesimpulan
Hoarding disorder adalah gangguan mental yang kompleks yang ditandai dengan kesulitan membuang barang, bahkan yang tidak memiliki nilai atau tidak berguna.
Kondisi ini dapat menyebabkan berbagai masalah, mulai dari gangguan fungsi sehari-hari hingga masalah kesehatan fisik dan mental yang serius.
Beberapa poin penting yang telah kita bahas meliputi:
- Penyebab: Hoarding disorder dipengaruhi oleh kombinasi faktor genetik, lingkungan, dan psikologis.
- Gejala: Gejala utama meliputi kesulitan membuang barang, penimbunan barang secara berlebihan, distress emosional, dan gangguan fungsi sehari-hari.
- Dampak: Hoarding disorder dapat menyebabkan masalah kesehatan fisik, isolasi sosial, dan masalah emosional seperti kecemasan dan depresi.
Kabar baiknya adalah hoarding disorder dapat diobati. Dengan bantuan terapi, pengobatan, dan dukungan sosial, banyak orang dengan hoarding disorder dapat membuat kemajuan signifikan dan meningkatkan kualitas hidup mereka.
Terapi kognitif-perilaku (CBT) dan terapi eksposur dan pencegahan respons (ERP) adalah dua pendekatan yang efektif dalam mengatasi hoarding disorder. Selain itu, obat-obatan juga dapat membantu mengelola gejala yang menyertai.
Jika Kamu atau seseorang yang Kamu kenal mengalami gejala hoarding disorder, jangan ragu untuk mencari bantuan profesional. Semakin dini gangguan ini dideteksi dan diobati, semakin besar kemungkinan untuk mencapai pemulihan yang sukses.
Terdapat berbagai jenis profesional kesehatan mental yang dapat membantu, seperti psikolog, psikiater, atau pekerja sosial.
Semoga informasi ini bermanfaat bagi Kamu.
Join the conversation